Renungan Jum'at - SANG IMAM BERBAJU PENGEMIS

Beberapa hari ini viral foto anak yang berteduh di Jl Braga, Bandung. Sambil jongkok ia membuka mushaf kecilnya, membaca Alqur’an. Karung yang biasa dibawa pemulung ada di pangkuannya.

Banyak yang menitikkan air mata melihat foto itu. Merasa tertampar, karena dengan segala keterbatasannya, anak itu tak melupakan Tuhannya.

Anak itu bernama Akbar. Umurnya 16 tahun. Berasal dari Garut, berjalan kaki menuju Bandung sejauh 50 km untuk mencari kerja. 

Karena tak kunjung mendapat pekerjaan, akhirnya ia putuskan menjadi pemulung untuk menyambung hidup. Dari lokasi foto yang viral, ia sudah berjalan jauh lagi dan ditemukan di daerah Lembang.

Pertama kali melihat foto itu tetiba saya membayangkan Imam Baqi bin Makhlad Al-Andalusi. Ia adalah salah satu imam besar dari Andalusia.

Ia melakukan perjalanan yang sangat jauh dari Andalusia menuju Baghdad dengan berjalan kaki. Tujuannya hanya satu, menemui Imam Ahmad bin Hambal untuk berguru padanya.

Kisahnya tercantum dalam kitab “Al-Manhajul Ahmad fi Tarajim Ashhabil Imam Ahmad, karya Al-Ulaimi”.

Nahas, sesampai di Baghdad, Imam Ahmad bin Hambal sedang dicekal oleh penguasa dan tidak boleh mengajarkan ilmunya.

Tak putus asa Imam Baqi bin Makhlad mencoba mencari cara untuk menemui Imam Ahmad. Diketuknya pintu rumah Sang Guru. Dijelaskan maksud kedatangannya untuk berguru.

“Engkau tentu telah mendengar, aku tidak diizinkan untuk mengajar lagi di majelis ilmu,” kata Imam Ahmad bin Hambal.

“Betul, aku mendengarnya. Tapi aku datang dari negeri yang sangat jauh,” jawab Imam Baqi bin Makhlad meminta pengertian.

“Apakah engkau datang dari Trobus (Tripoli, Libya)?” 

“Bahkan untuk sampai Trobus aku masih harus menyeberangi lautan,” jawabnya untuk menjelaskan betapa jauh negeri Andalusia dari Baghdad.

Setelah berbincang muncullah ide, Imam Baqi bin Makhlad akan datang dengan menyamar sebagai pengemis setiap hari. 

Keesokan paginya, Imam Baqi bin Makhlad datang dengan pakaian compang-camping layaknya pengemis. Kertas dan tinta untuk menulis disembunyikannya di balik baju.

“Pahala, semoga Allah merahmati kalian,” teriaknya menirukan ucapan para peminta-minta di Baghdad.

Imam Ahmad bin Hambal lalu membukakan pintu. Satu dua hadis diajarkan padanya. Tidak bisa berlama-lama, karena khawatir orang akan curiga.

Begitu terus setiap hari hingga berbulan-bulan lamanya. Sampai tiba hari ketika penguasa berganti dan Imam Ahmad bin Hambal diperbolehkan kembali mengajar di majelis ilmu.

Suatu waktu Imam Baqi bin Makhlad jatuh sakit. Imam Ahmad bin Hambal meluangkan waktu untuk menengoknya. Ramailah orang membicarakan, bagaimana “pengemis” ini bisa didatangi seorang Imam besar.

Dalam setiap kesempatan, Imam Ahmad bin Hambal selalu memuji keteguhan hati dan kesabaran muridnya itu dalam mencari ilmu. 

“Apakah ini yang kalian sebut mencari ilmu? Seandainya kalian melihat apa yang dilakukan Baqi bin Makhlad, niscaya kalian akan malu menyebut diri sebagai pencari ilmu.”

Sekembalinya ke Andalusia, Imam Baqi bin Makhlad menjadi imam besar dan ulama terpandang yang majelisnya selalu dipadati para pencari ilmu.

Semoga suatu hari kelak, Allah muliakan Akbar sebagaimana Allah muliakan Imam Baqi bin Makhlad. Menjadi orang berilmu tersebab ayat-ayat Alqur’an yang dibacanya di antara rintik hujan dan dinginnya kota Bandung. Jalan Braga akan menjadi saksinya di akhirat kelak. Aamiin YRA. 

🤲🤲🤲😥